Renungan Remaja


RENUNGAN BINA REMAJA

Edisi: 10-16 Februari 2019
Bacaan: Lukas 15 : 11 - 32
Tema: HATI YANG TERGERAK OLEH BELAS KASIHAN

Syaloom………..
Damai di hati…………
Apa kabar hari ini??........

Adik-adik remaja dan Pembina remaja yang dikasihi TUHAN, sungguh luar biasa akan kasih dan pertolongan TUHAN sehingga sampai pada saat ini kita masih diberikan kesempatan untuk bertemu dalam persekutuan yang menghayati kasih TUHAN. Dalam kesempatan yang berbahagia ini kembali kita dituntun dalam perenungan firman mengenai belas kasihan yang digambarkan melalui perumpamaan Yesus tentang Anak Yang Hilang. Sebenarnya bacaan ini merupakan bacaan firman yang mungkin saja bukan baru sekali kita baca, namun sudah beberapa kali semenjak kita masih sekolah minggu hingga saat ini. Benar bukan??........ Sapa yang baru sekarang dengar ini bacaan ini?............. Sapa yang so beberapa kali mendengar tentang bacaan ini?......... Tentunya boleh dikata sudah tidak asing lagi di telinga kita tentang bacaan mengenai Perumpamaan Anak Yang Hilang.

 Hasil gambar untuk gambar cerita anak yang hilang

Nah, adik-adik remaja dan rekan-rekan pembina remaja yang dikasihi TUHAN, merupakan suatu kebahagiaan tersendiri jika satu saat suatu benda yang kita miliki sudah lama hilang, dan akhirnya kita temukan kembali. Terlebih lagi, jika ada anggota keluarga kita yang ‘hilang’, baik karena kesalahan ataupun dosanya. Ia kembali lagi dalam pertobatan, yaitu menyesali segala perbuatan salahnya dan memutuskan untuk menunjukkan sikap dan tindakannya ke arah yang lebih baik, dan ini merupakan suatu sukacita yang amat besar bagi keluarga dan seluruh sanak saudaranya. Ilustrasi inilah yang mau ditegaskan oleh Yesus mengenai “Anak Yang Hilang“. Tuhan Yesus ingin memperlihatkan bahwa betapa bersukacitanya Allah ketika melihat anak–Nya bertobat.

Saudara-saudara yang dikasihi TUHAN, dalam cerita atau perumpamaan ini, ada tiga tokoh yang menonjol: pertama, si anak sulung , kedua, si anak bungsu , dan sang bapa dari kedua anak. Anak sulung adalah gambaran orang Farisi dan ahli taurat; Anak bungsu adalah gambaran orang – orang yang berdosa; sedangkan Bapa menggambarkan Allah sendiri. Dalam perumpamaan ini Yesus mengajar bahwa hidup dalam dosa dan mementingkan diri sendiri, dalam pengertiannya yang terdalam, merupakan pemisahan dari kasih, persekutuan, dan kekuasaan Allah. Orang berdosa atau orang yang mundur dari iman adalah seperti anak bungsu yang dengan memburu kesenangan dosa, memboroskan karunia-karunia jasmani, mental, dan rohani yang diberikan oleh Allah. Hal ini menghasilkan kekecewaan dan kesedihan, kadang kala keadaan pribadinya memalukan, dan ia selalu kehilangan hidup yang benar dan sejati yang hanya dapat ditemukan dalam hubungan yang benar dengan Allah. Sebelum orang yang hilang dapat datang kepada Allah, mereka harus melihat kedudukan mereka yang sesungguhnya sebagai budak dosa dan terpisah dari Allah (Luk 15:14-17). Mereka harus dengan rendah hati kembali kepada Bapa, mengaku dosanya dan bersedia untuk melakukan apa saja yang diminta oleh Bapa (Luk 15:17-19). Pekerjaan menyadarkan orang yang hilang ini merupakan karya Roh Kudus.

Adik-adik remaja dan rekan-rekan Pembina remaja yang diberkati TUHAN, setiap orang tua (ayah atau ibu) harus mengerti bahwa Allah mengasihi anak mereka yang sedang mengembara dan merindukan penyelamatannya sama seperti mereka. Orang tua kita selalu berdoa dan percaya kepada Allah untuk mencari jika anaknya hilang sampai ia kembali kepada Bapa sorgawi. Dalam bacaan kita dijelaskan pada bagian  Luk 15:20, bahwa ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Gambaran Yesus mengenai tanggapan ayah itu terhadap kembalinya anak tersebut mengajarkan beberapa kebenaran penting untuk kita yaitu:
1) Allah mempunyai belas kasihan bagi yang hilang oleh karena keadaan mereka yang menyedihkan.
2) Kasih Allah bagi mereka begitu besar sehingga Ia tidak putus-putusnya bersedih hati atas mereka dan menunggu mereka kembali kepada-Nya.
3) Ketika orang berdosa dengan tulus hati kembali kepada Allah, maka Allah pun sudah siap untuk menerima mereka dengan pengampunan, kasih, belas kasihan, kasih karunia dan mengaruniakan hak penuh sebagai anak yang sah. Berbagai manfaat kematian Kristus, pengaruh Roh Kudus, dan kekayaan kasih karunia Allah, semuanya tersedia bagi mereka yang mencari Allah.
4) Tak terhinggalah sukacita Allah atas kembalinya orang berdosa.

Adik-adik remaja dan Pembina remaja yang diberkati TUHAN, sebagai bahan perenungan kita dalam bacaan ini, mengapa ayah dan kakak berbeda di dalam merespons si bungsu yang kembali? Sang ayah sangat gembira sehingga ia memestakannya, dan mengembalikan statusnya sebagai anak. Sedangkan si kakak marah, karena bagi dia si adik tidak pantas untuk kembali. Sang ayah menerima si bungsu kembali semata-mata karena ia begitu mengasihinya (ayat 20). Tidak peduli terhadap apa yang pernah dilakukannya. Sang ayah adalah gambaran Allah Bapa yang mengasihi manusia ciptaan-Nya. Bapa tidak melihat kondisi berdosa dan rusak, tetapi melihat jiwa yang telah dihembuskan nafas kehidupan (ayat 24,32). Sang kakak menolak si adik karena ia melihatnya sebagai saingan dalam merasakan kasih ayahnya. Oleh sebab itu, ia marah ketika melihat si adik dimanjakan oleh ayah mereka. Ia sendiri tidak pernah dipestakan seperti itu (ayat 29). Sebenarnya si kakak sendiri yang tidak pernah menyadari kasih ayah yang tidak pernah pudar kepadanya. Ia sendiri tidak menyadari akan kasih itu. Bahkan ketika ia melihat adiknya diperlakukan begitu baik, hatinya meluap penuh kedengkian. Si kakak mewakili orang-orang Farisi dan para Ahli Taurat yang merasa diri orang benar, sudah seharusnya mendapatkan kasih Allah, tetapi dengki dan iri karena Yesus lebih memilih pemungut cukai dan orang berdosa untuk dilayani. Mereka iri karena sebenarnya mereka tidak pernah peduli terhadap kasih Allah sebelumnya. Pertanyaan bagi kita: Siapakah yang sebenarnya hilang, si bungsu yang kembali atau si kakak yang tetap tinggal?

Pesan firman untuk kita sekalian, sebagai remaja-remaja kristen bahkan sebagai kakak-kakak Pembina, bahwa pintu hati Bapa tak pernah tertutup untuk kita anak-anakNya. Ketika kita telah sadar bahwa Bapa begitu maha pengasih, maka kita pun harus bisa mengasihi saudara kita di dunia. Apakah kita berani mengatakan “Apapun yang kamu lakukan, pintu rumahku selalu terbuka untukmu…”,  baik bagi orang-orang yang kita kasihi hingga pada semua orang yang kita jumpai dalam hidup kita, bagi orang yang begitu menyebalkan, bahkan bagi diri kita sendiri? Pemaafan yang positif adalah melepaskan hal-hal buruk yang menjadi bagian dari masalah dan membiarkannya berlalu. Mari kita sama-sama belajar untuk mengatakan : “Apapun yang kamu lakukan, pintu rumahku akan selalu terbuka untukmu”. Pertobatan membawa manusia kepada keselamatan, karena Allah yang maha pengasih akan melepaskan manusia dari belenggu dosa-dosanya itu. Allah senantiasa menunggu setiap anaknya untuk bertobat dan kembali ke rumahnya. Keselamatan pun tidak hanya ditentukan oleh ketaatan pada peraturan saja, tapi bagaimana kita bersikap dengan sesama kita. Keselamatan juga tergantung bagaimana kita bisa menerima sesama kita, khusunya yang berdosa. Keselamatan bukan hanya urusan pribadi dengan Allah, tapi juga menyangkut hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya. Pertobatan bukan hanya penerimaan kembali orang yang berdosa oleh Allah, tetapi juga penerimaan oleh komunitasnya. Inilah gambaran kasih karunia Allah bagi manusia, dan reaksi kita dalam menerima kasih karunia itu. Pengampunan adalah satu dari sekian berkat yang diberikan Bapa kepada anak-anak-Nya. Ia ingin agar kita mendapatkan yang terbaik yang Ia miliki. Dan Allah menerima kita sebagai anak-anakNya tanpa menghakimi, dan justru merancangkan yang terbaik bagi kita. Bagaimana kedua anak tersebut memandang diri mereka masing-masing, adalah gambaran identitas kita saat ini ketika menanggapi kasih karunia Allah Bapa. Ada diantara kita yang menjadi pemberontak dengan melakukan hal-hal yang buruk. Ada juga yang menjadi pemberontak, karena melakukan hal-hal yang baik, dan bermegah di dalam perbuatan baik itu. Si bungsu menolak kasih karunia karena ia memilih hidup dalam hawa nafsunya. Si sulung menolak kasih karunia karena ia merasa telah melakukan yang baik, dan gagal membagikan kasih karunia kepada adiknya. Bagaimana dengan anda sendiri? Sudahkah anda menerima dan menikmati kasih karunia dari Allah?............. Sudahkah anda menyalurkan kasih karunia itu kepada orang lain?................. Renungkanlah itu dalam diri pribadi saudara-saudara. TUHAN memberkati firman-Nya. Amin!



Written by: Pnt. Meidy Ed. Moningka, S.Si



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukkan komentar anda!

POSTINGAN POPULER BULAN INI